Adilka talino bacuramin ka saruga, basengat ka jubata. Pada kesempatan kali ini, saya mengangkat topik “Permainan Daerah Suku Dayak Pada Waktu Tertentu.” Bagi masyarakat suku Dayak, permainan seperti Meriam Bambu, Gasing, dan Kincir Angin (Tampaning) tidaklah asing. Namun, seiring perkembangan zaman, permainan daerah ini mulai dilupakan oleh masyarakat Dayak pada umumnya. Mengapa permainan ini dimainkan pada waktu tertentu? Tentunya semuanya ada manfaatnya bagi masyarakat Suku Dayak, terutama yang berkaitan dengan pertanian, oleh masyarakat Dayak di Kabupaten Bengkayang.

Masyarakat suku Dayak umumnya adalah petani, dan permainan tradisional ini memiliki hubungan erat dengan siklus pertanian mereka. Salah satu kegiatan pertanian yang paling penting adalah berladang, yaitu membuka lahan baru, biasanya di daerah dataran tinggi, untuk menanam padi sebagai kebutuhan pokok.

Kincir Angin (Tampaning)

Saat membuka lahan baru dan menanam padi, masyarakat suku Dayak membuat Kincir Angin (Tampaning) yang menghasilkan suara berdengung untuk memeriahkan penanaman padi. Tampaning ini dibuat dengan kayu yang ringan, dan pada ujungnya dipasang bambu yang menghasilkan suara dengungan. Tampaning biasanya dipasang pada ujung kayu di pinggir ladang. Saat angin berhembus, Tampaning berputar dan mengeluarkan bunyi dengungan yang khas. Suara ini tidak hanya menambah semarak suasana ladang, tetapi juga dipercaya membawa keberuntungan dan menjaga tanaman padi dari gangguan roh jahat.

Gasing

Setelah penanaman padi, tiba saatnya menunggu hasil kerja keras mereka membuahkan hasil, yaitu panen padi. Pada masa panen, masyarakat suku Dayak sering bermain Gasing. Gasing terbuat dari kayu yang dipahat sedemikian rupa sehingga bisa berputar dengan seimbang saat diputar dengan tali. Bermain gasing adalah salah satu cara masyarakat Dayak merayakan panen padi mereka. Permainan ini bukan hanya sebagai hiburan, tetapi juga sebagai simbol kebersamaan dan kegembiraan atas hasil panen yang melimpah.

Meriam Bambu

Setelah semua padi di ladang dipanen, tiba saatnya untuk mengucap syukur atas hasil ladang yang telah dipanen. Sebelum upacara syukuran Makan Padi Baru, masyarakat suku Dayak biasanya membunyikan Meriam Bambu. Meriam Bambu dibuat dengan menggunakan batang bambu besar yang diisi dengan karbit atau bahan bakar lainnya. Saat dibakar, meriam ini akan menghasilkan bunyi ledakan yang keras. Bunyi meriam ini menandai dimulainya acara makan padi baru yang dilaksanakan di setiap kampung pada waktu yang telah ditentukan bersama. Suara meriam bambu ini membawa pesan sukacita dan rasa syukur atas hasil panen yang telah diperoleh.

Permainan-permainan ini, selain menjadi hiburan, juga merupakan bagian integral dari tradisi dan budaya suku Dayak yang diwariskan turun-temurun. Setiap permainan memiliki makna dan tujuan tertentu, baik itu untuk merayakan hasil panen, menjaga ladang, maupun mempererat tali persaudaraan di antara masyarakat. Sayangnya, seiring dengan modernisasi dan perubahan gaya hidup, permainan-permainan tradisional ini mulai jarang dimainkan dan semakin terlupakan.

Oleh karena itu, penting bagi generasi muda suku Dayak untuk melestarikan permainan-permainan tradisional ini. Tidak hanya sebagai bagian dari warisan budaya yang berharga, tetapi juga sebagai cara untuk menjaga identitas dan nilai-nilai kearifan lokal. Dengan melestarikan permainan daerah, kita turut menghormati dan menghargai perjuangan serta kebijaksanaan leluhur kita dalam menjalani kehidupan yang selaras dengan alam dan tradisi. Nah itu lah beberapa permainan Daerah Suku Dayak pada waktu tertentu