Kunjungan saya ke Tiang Bendera di Menterado kali ini bukanlah sebuah kesengajaan, melainkan sebuah kebetulan dengan waktu yang spontanitas dari saya yang ingin cek jalan tembusan antara Samalantan ke Pasar Gunung, Sore itu memang tampak cerah memang tampak beberapa wilayah dalam perjalanan sedikit berawan dan saya memutuskan untuk berkunjung ke Monterado, sebuah kecamatan di Kabupaten Bengkayang yang penuh sejarah. Tujuan saya sederhana: melihat langsung Tiang Bendera di Monterado, sebuah peninggalan kuno yang katanya menjadi saksi bisu kejayaan masa lampau yang pernah ada di wilayah Kabupaten Bengkayang, Sambas dan Singkawang.
Setibanya di sana, saya disambut suasana tenang khas desa kecil. Tiang bendera itu berdiri kokoh, walau usianya sudah ratusan tahun. Terbuat dari kayu belian (Kayu Ulin, Khas Kalimantan) kayu keras yang sangat awet tiang ini langsung membuat saya teringat akan cerita-cerita masa lalu yang pernah saya baca, dibeberapa jurnal dan artikel yang ada di Internet.
Seorang warga lokal, Pak Siran, juga saya kenal namnya ketika saya mencari informasi tentang tiang bendera yang ada di Monterado, beliau sudah tinggal di Monterado sejak 1975, menyambut saya dengan ramah. Ia pun mulai bercerita tentang sejarah Tiang Bendera di Monterado. Menurutnya, tiang ini bahkan sudah diperbaiki sejak tahun 1966 juga tahun tersebut sebagai tahun kelahirannya yang berarti usia tiang tersebut sudah jauh lebih tua dari itu.
Baca Juga : Sejarah Bengkayang Terlengkap Versi Mengenal Bengkayang
Sedikit ulasan dari cerita Pak Siran, bahwa dahulu Monterado bukan hanya sebuah kecamatan biasa, melainkan pusat aktivitas tambang emas. Pada tahun 1745, Panembahan Mempawah mengundang etnis Cina untuk menambang emas di wilayah kerajaan. Keberhasilan ini membuat Kesultanan Sambas turut mendatangkan pekerja Cina di Monterado dan sekitarnya, seperti didaerah Bodok, Rara, Lumar, dan Pemangkat.
Kemudian pada tahun 1768, para pekerja ini mengorganisir diri membentuk “Kongsi”, sebuah kelompok usaha berbasis kekeluargaan. Puncaknya pada 1776, sebanyak 14 kongsi bergabung membentuk federasi bernama Heshun Zongting. Balai pertemuan mereka berada di Pasar Monterado, dan satu-satunya saksi sejarahnya yang tersisa dari kejayaan itu adalah Tiang Bendera di Monterado ini.
Tiang bendera ini dulunya bukan sekadar tiang biasa. Ia adalah simbol persatuan, tempat para kongsi menyatakan ikrar, membuat keputusan penting, hingga mengatur hukum dan pertahanan mereka. Bahkan, tiang ini juga menjadi lambang perjanjian tiga suku besar di Kalbar Dayak, Melayu, dan Cina.
Melihat tiang bendera itu, saya merasa seperti sedang menapak jejak sejarah panjang Kalimantan Barat. Menariknya lagi, bentuk tiang bendera ini hampir sama persis dengan tiang bendera di Keraton Sambas, memperlihatkan hubungan erat antara Monterado dan Kesultanan Sambas di masa lalu.
Pak Siran juga berkisah, pada tahun 70-an, tiang ini masih digunakan untuk upacara HUT Kemerdekaan RI. “Bendera besar dinaikkan di tiang ini selama seminggu penuh,” ujarnya sambil tersenyum mengenang masa-masa itu. Sayangnya, sejak talinya putus dan fasilitas kurang mendukung, tiang ini kini hanya berdiri sebagai monumen bisu.
Namun, keberadaan Tiang Bendera di Monterado tetap menarik perhatian, terutama warga keturunan Tionghoa dari berbagai daerah, termasuk Jakarta. Banyak dari mereka datang untuk menelusuri jejak nenek moyang mereka yang dahulu merantau dan menetap di sini.
Sebelum pulang, saya memandangi tiang itu sekali lagi. Saya membayangkan saat dulu para penambang, pemimpin kongsi, dan masyarakat berkumpul di bawahnya, membuat keputusan-keputusan penting untuk kehidupan mereka. Ada harapan besar dari warga Monterado agar pemerintah memperhatikan situs ini dengan memperbaiki beberapa akses jalan lainnya, menjaga kelestariannya, dan mengangkatnya sebagai Situs Budaya Nasional.
Perjalanan ke Monterado hari itu membuka mata saya kembali, tentang betapa sebuah tiang bendera bisa menjadi saksi sejarah yang dalam sebuah warisan budaya yang harus kita jaga, agar generasi mendatang tahu betapa kaya sejarah dari Tanah dari Negeri kita cintai ini.
1 comment